Rabu, 22 Februari 2017


PENILAIAN PROYEK
(PROJECT ASSESSMENT)

A.    Pengertian Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Dalam penilaian proyek umumnya menggunakan metode belajar yang memecahkan masalah sebagai langkah awal dalam pengumpulan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.
Suatu proses pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Untuk mengetahui berhasil tidaknya tujuan yang diharapkan, maka guru perlu adanya evaluasi.
Menurut Ralph Tyler, evaluasi adalah sebuah proses  pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam yang mengatakan bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai,    tetapi digunakan untuk membuat keputusan, dalam hal ini terkait dengan prestasi atau hasil belajar.
Penilaian merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dengan kegiatan belajar mengajar pada umumnya, karena efektivitas kegiatan belajar mengajar bergantung pada kegiatan penilaian. Kegiatan  belajar mengajar akan    efektif bila didukung oleh kegiatan penilaian yang efektif pula. Kenyataan menunjukkan bahwa seorang guru melakukan kegiatan penilaian hanya untuk memenuhi kewajiban formal, yaitu menentukan nilai bagi siswanya. Artinya, masih banyak guru yang kurang memahami dengan benar untuk tujuan apa kegiatan penilaian dilakukan dan manfaat apa yang dapat diambil dari kegiatan penilaian yang telah dilakukan.
Untuk itu perlu adanya sebuah model penilaian yang tidak hanya menjadikan momen ujian sebagai tolak ukur keberhasilan siswa dalam pembelajaran, tetapi perlu adanya sebuah evaluasi yang benar-benar bisa mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran.
B.     Karakteristik penilaian proyek antara lain:
Setiap model evaluasi pembelajaran pasti mempunyai kriteria-kriteria penilaian agar penilaian yang akan diterapkan nantinya benar-benarmampu menilai dan mengukur kemampuan siswa tidak hanya dari suatuaspek misalnya dari aspek kognitifnya saja melainkan dari beberapaaspek. Selain itu diperlukan adanya suatu penilaian yang benar-benarobyektif.
Untuk mengetahui apakah penilaian proyek (project assessment) tersebut sudah dapat dianggap berkualitas baik, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh kriteria-kriteria tersebut antara lain:
a.     Generability
Generability artinya apakah project work peserta didik dalam melaksanakan tugas yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain? Dalam hal ini, semakin tugas- tugas  tersebut  dapat  dibandingkan  dengan  tugas   yang  lainnya    maka kualitas tugas tersebut semakin baik. Asumsinya, tugas tersebut juga berbobot sebagaimana bentuk-bentuk tugas yang lain.
b.    Authenticity
Authenticity artinya apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa dengan apa yang sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ketika siswa mendapat materi tentang shalat jama’ dan qashar terkadang mereka sudah faham dengan materi yang disampaikan, namun untuk mempraktikkannya sulit. Untuk itulah perlu adanya praktik secara langsung dengan dibimbing oleh guru agama karena dalam kehidupannya sehari-hari siswa sering menghadapi kondisi seperti itu.Mungkin mereka mengetahui dan memahami tentang apa itu shalat jama’ dan qashar tetapi terkadang mereka belum bisa mempraktikkannya dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at.
c.     Multiple foci
Multiple foci artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta didik sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan. Bisa jadi seorang siswa mempunyai kemampuan yang baik dalam menghafal dan menganalisa suatu materi, namun lemah dalam prakteknya. Untuk itu guru bisa melengkapi kekurangannya dari aspek psikomotorik tersebut dengan melihat kemampuan kognitifnya.
d.    Teachability
Teachability artinya tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha mengajar guru di kelas. Jadi tugas yang diberikan dalam project work atau penilaian proyek adalah tugas-tugas yang relevan dengan yang diajarkan guru di dalam kelas.
e.     Fairness
Fairness artinya apakah tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta didik. Jadi tugas-tugas tersebut harus sudah dipikirkan, apakah semua siswa mengerjakan tugas tersebut atau tidak dengan pertimbangan bahwa kemampuan setiap siswa pasti berbeda dan beragam. Terkadang dalam suatu kelompok tugas tersebut tergolong mudah, terkadang ada yang menganggapnya sulit bahkan kadang ada yang merasa tidak mampu. Untuk itu guru harus bisa mengukur sejauh mana kemampuan siswanya secara rata-rata.
f.     Feasibility
Feasibility artinya tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian proyek memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti biaya, ruangan (tempat), waktu ataupun peralatannya. Setiap sekolah mempunyai kemampuan yang berbeda-beda baik sumber daya manusia maupun perlengkapan sarana prasarananya.
g.    Scorability
Scorability dalam sebuah penilaian adalah hal yang paling mendasar karena untuk mengetahui valid tidaknya sebuah penilaian. Artinya apakah tugas yang diberikan nanti dapat di skor dengan akurat dan reliable sehingga hasil yang diperolehnya juga valid. Dalam penilaian proyek, seorang guru harus teliti dalam hal penskorannya karena memang salah satu yang sensitif dari penilaian proyek adalah penskoran

1.      Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan (skill)
2.      Sering digunakan dengan metode cooperative learning
3.      Dapat diterapkan secara untuk individu maupun kelompok.

C.    Prosedur dan Langkah-langkah
Langkah-langkah dalam penilaian proyek antara lain:
1.      Tentukan berbagai jenis proyek dalam setahun.
2.      Untuk masing-masing proyek, buat jadwal kapan proyek dimulai, kapan masing-masing bagian dari proyek harus diselesaikan, kapan draft awal dikumpulkan dan kapan produk akhir diharapkan selesai.
3.       Tunjukkan kepada peserta didik beberapa sample proyek yang telah selesai.
4.      Upayakan siswa dapat mengembangkan kriteria untuk menilai kualitas sejumlah proyek yang telah selesai, dari segi penampilan, temuan, atau informasi.
5.      Upayakan siswa belajar bagaimana menggunakan rubrik yang telah kita berikan sebelumnya.
6.      Upayakan siswa dapat menyelesaikan proyek dengan bantuan pihak sekolah.
7.       Upayakan siswa menyajikan proyek yang telah selesai.
8.      Siswa menyerahkan proyek untuk dinilai.

D.    Kelebihan dan Kekurangan

1.      Kelebihan:
a)      Meningkatkan motivasi.
b)      Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c)      Meningkatkan kolaborasi.
d)     Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.
e)      Meningkatkan skill
2.      Kekurangan:
a)      Kebanyakan permasalahan “dunia nyata” yang tidak terpisahkan dengan masalah kedisiplinan, untuk itu disarankan mengajarkan dengan cara melatih dan menfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah .
b)      Memerlukan banyak waktu yang harus diselesaikan untuk menyelesaikan masalah.
c)      Memerlukan biaya ekstra.
d)     Banyak peralatan yang harus disediakan.

E.     Teknik Penilaian Projek
Komponen/kegiatan yang perlu dinilai: penyusunan disain atau proposal, unjuk kerja, produk (barang/jasa), penyajian hasil/produk, dan laporan tertulis. Dalam penilaian projek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a.       Kemampuan melaksanakan projek
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik / mencari informasi, melaksanakan tugas/projek, mengelola waktu, dan penulisan laporan.
b.      Relevansi
Kesesuaian antara standar kompetensi yang dipelajari dengan jenis pekerjaan di masyarakat (Du/Di).
c.     Keaslian produk
Produk yang dihasilkan peserta didik harus merupakan hasil karyanya. Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
1) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2)     Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
F.     Pengolahan Data Penilaian Projek
Data penilaian projek (project work) meliputi skor perolehan dari penilaian perencanaan, pelaksanaan, kulminasi, produk,  dan attitude. Dalam menilai setiap tahap, guru dapat menggunakan 4 (empat) rentang skor,
Status
Skor
Predikat
tidak kompeten
0,00 - 6,90
kurang

kompeten
7,00 - 7,90
baik
8,00 - 8,90
sangat baik
9,00 - 10
istimewa









Tahap
Deskripsi
Skor
Perencanaan/ persiapan
Memuat:

topik, tujuan, bahan/alat, langkah-langkah kerja, jadwal, waktu, perkiraan data yang akan diperoleh, tempat pelaksanaan proyek, daftar pertanyaan atau format yang digunakan sesuai dengan tujuan.
7,00 - 10
Pengumpulan data/informasi
a. Data/informasi tercatat dengan rapi,

    jelas dan lengkap.

b. Ketepatan menggunakan alat/bahan
7,00 - 10
Pengolahan data/Pelaksanaan pekerjaan
a. Ada pengklasifikasian data, penafsiran data sesuai dengan tujuan pelaksanaan pekerjaan.
b. Ada uraian tentang pelaksanaan pekerjaan.
7,00 - 10
Penyajian data/ laporan
Merumuskan topik, merumuskan tujuan, menuliskan alat dan bahan, menguraikan cara kerja (langkah-langkah kegiatan)

Penulisan laporan sistematis, menggunakan bahasa yang komunikatif. Penyajian data lengkap, memuat kesimpulan dan saran.
7,00 - 10
Total Skor
Semakin lengkap dan sesuai informasi pada setiap tahap semakin tinggi skor yang diperoleh.

Sabtu, 15 Oktober 2016


Efektivitas Implementasi K-13

Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan dalam mengintegrasikan kurikulum. Pendekatan ini diusulkan oleh Forgaty (2009) pertama kali pada tahun 1991. Forgaty (2009) mengusulkan 10 cara pendekatan dalam mengintegrasikan kurikulum, sehingga menghasilkan 10 model. Pada bagian ini akan dipaparkan model yang digunakan Kurikulum 2013, yakni model webbed. Kurikulum webbed merepresentasikan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan kurikulum. Pendekatan tematik dimulai dengan menentukan suatu tema untuk dikembangkan. Tema adalah sebuah gagasan besar yang menjadi pusat dari pengembangan kurikulum dan memicu siswa untuk belajar. Tema dapat dianalogikan dengan sebuah payung yang darinya menyebar berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran tematik mengandung aktivitas pembelajaran dan pengamalanpengalaman yang menghubungkan berbagai materi dari berbagai disiplin ilmu. Satuan pembelajaran tematik dapat terdiri dari dua mata pelajaran atau lebih. Pemersatu mata pelajaran adalah tema sehingga siswa tidak lagi belajar mata pelajaran secara terkotak-kotak, tetapi belajar secara utuh (holistik). Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran tematik adalah menggunakan desain webbed atau jaring. Model ini dianalogikan sebagai sebuah teleskop yang memandang “konstelasi” berbagai disiplin ilmu dalam satu kesatuan utuh (Fogarty, 1991; 2009).
Konsep Dasar Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. (Poerwadarminta, 1983).Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu (integrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.
Dalam bukunya, Interdisciplinary Curriculum: Design and Implementation, Jacob (1989) menjelaskan bahwa tumbuh kembangnnya minat dan kebutuhan atas kurikulum terpadu (integrative curriculum) dipicu oleh sejumlah hal berikut ini.
  1. Perkembangan pengetahuan Perkembangan pengetahuan tumbuh sangat pesat dalam berbagai bidang. Kemajuan tersebut tidak serta merta dapat diadopsi dalam kurikulum. Akibatnya, apa yang sedang dan telah dipelajari siswa kerap basi dan usang karena telah tertinggal jauh oleh perkembangan yang terjadi.
  1. Fragmentasi jadwal pembelajaran (fragmented schedule)
Merancang dan melaksanakan pembelajaran di sekolah dibentengi oleh satuan waktu yang disebut menit. Karena waktunya sudah habis, kegiatan yang sedang berlangsung terpaksa harus diputus, dan segera berpindah pada pelajaran yang baru. Para siswa belajar dengan terpenggal-penggal dan terputus-putus tanpa mempedulikan ketuntasan dan keutuhan.
  1. Relevansi kurikulum
Kegiatan pembelajaran yang dialami anak menjadi membosankan dan tidak berguna, ketika mereka tidak mengerti untuk apa mempelajari Matematika, IPS, IPA, dan sebagainya. Pembelajaran hanya dilakukan demi pelajaran itu sendiri, atau sekedar menghadapi tes dan ujian. Padahal, ketika bangun dipagi hari atau begitu menamatkan sekolah, anak dihadapkan pada sekeranjang masalah kehidupan nyata yang memerlukan pemecahan secara baik dan dari berbagai sudut pandang. Persoalan itu pulalah yang kerap memicu perdebatan tentang apa tujuan pendidikan sekolah, apa yang harus dialami dan dipelajari anak, dan bagaimana semestinya pendidikan itu dilaksanakan. Kurikulum menjadi relevan dan bermakna ketika pelajaran-pelajaran yang harus dikuasai siswa terkait satu sama lain.
  1. Respons masyarakat terhadap fragmentasi pembelajaran
Ketika seorang calon dokter dididik menjadi dokter, ia tidak hanya diajar tentang hal-hal yang bersifat fisik, biologis, dan media, ia pun diajari pula tentang filosofi manusia, psikologi, etika, dan komunikasi yang dapat membekalinay dengan penyikapan terhadap manusia secara utuh. Spesialisasi memang penting, tetapi pendulum akan tetap bergerak dan mengarah pada keseimbangan. Karena itu pula, interdisiplin akan membantu siswa untuk dapat lebih baik dalam mengintegrasikan pengetahuan dan strategibelajarnya guna menghadapi kompleksitas dunia.
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut Depdiknas (2006: 6), pembelajaran tematik memiliki beberapa
ciri khas yaitu:
  1. Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar.
  2. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
  3. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama.
  4. Membantu mengembangkan keterampilan berfikir siswa.
  5. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lungkungannya dan,
  6. Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Selain itu, menurut Depdiknas (2006) sebagai model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik antara lain:

a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student center), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan untuk melakukan aktifitas belajar kepada siswa. 

b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak dikemudian hari.

c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Hal ini karena fokus pembelajaran diarahkan kepada pembelajaran terhadap tema-tema yang paling dekat serta berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyediakan konsep dari berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana siswa dan sekolah tersebut berada. 

f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Manfaat Pembelajaran Tematik Terpadu
Adapun manfaat pembelajaran tematik terpadu adalah sebagai berikut:
  1. Membantu siswa mengkaitkan berbagai macam pengetahuan dan bagaimana cara menghubungkan pengetahuan dengan pengetahuan pada disiplin ilmu yang berbeda.
  2. Menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata.
  3. Senantiasa membuat siswa terlibat dalam proses pembelajaran melalui aktivitas yang menyenangkan.
  4. Siswa memperoleh berbagai macam cara belajar.
  5. Guru menjadi lebih kreatif.
  6. Siswa memiliki kesempatan untuk memilih topic pembelajaran.
  7. Menggunakan pembelajaran kooperatif.
  8. Memanfaatkan teknologi dalam ruang kelas.
  9. Memadatkan kurikulum.
  10. Menghemat waktu karena dapat digunakan untuk membelajarkan beberapa mata pelajaran dalam satu waktu.
Kekurangan Pembelajaran Tematik Terpadu
Adapun kekurangan pembelajaran tematik terpadu adalah sebagai berikut:
  1. Beberapa siswa mungkin akan kehilangan minat.
  2. Siswa/guru dapat merasa bosan dengan satu tema.
  3. Menurunnya minat dapat menyebabkan siswa menjadi pasif.
  4. Apabila salah seorang siswa tertingga satu hari pembelajaran, maka siswa tersebut akan kehilangan konektivitas.
  5. Pekerjaan guru menjadi lebih banyak dan kompleks.
  6. Siswa yang kurang menyukai tema yang dipilih akan cenderung pasif.